Rabu, 09 Juli 2014

Etika menggunakan gadget, Dampak positif dan negatif dan contoh kasusnya



Etika merupakan suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan kesediaan dan kesanggupan seseorang secara sadar untuk mentatati ketentuan dan norma kehidupan yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat atau suatu organisasi, Etika organisasi menekankan perlunya seperangkat nilai yang dilaksanakan ssetiap orang anggota. nilai tersebut berkaitan dengan pengaturan bagaimana seharusnya bersikap dan berperilaku dengan baik seperti sikap hormat, kejujuran, keadilan dan bertanggung jawab. seperangkat nilai tersebut biasanya dijadikan sebagai acuan dan dianggap sebagai prinsip-prinsip etis atau moral.
Etika menggunakan gadget harus memperhatika etika-etika yang harus dilakukan, karena biasanya orang sering melakukan kegiatannya dengan hal yang tidak penting menggunakan gadget tersebut. Etika sebagai berikut :
     1. Menelepon/SMS saat di antrean
Sedang ada di barisan antrean kasir atau ATM atau antrean lain? Sebaiknya jangan menelepon atau SMS, atau chatting di pesan instant ponsel. Bikin kesal orang di belakang kita jika ternyata jalannya antrean macet hanya karena Anda asyik dengan ponsel.
     2. SMS/chatting/email saat berjalan
Tetap dilakukan orang walau sudah banyak kejadian di mana orang celaka karenanya. Bahkan ada juga yang asyik dengan ponselnya saat mengendara sepeda, motor, dan mobil. Selain mencelakai diri sendiri, perilaku ini juga mencelakai orang lain.
     3. Main games & nonton video dengan speaker menyala
Jika dilakukan di kamar saat sendirian sih tak menganggu. Tapi akan menganggu sekali jika sedang bersama orang lain. Orang di sekitarmu tak bisa ikut menikmati ponselmu, dan terganggu oleh suara berisik yang dihasilkan. Pakailah earphone agar kamu tidak dianggap egois.
     4. Menelepon di toilet
Butuh privasi untuk menelepon? Sebaiknya jangan dilakukan di toilet yang dipakai bersama orang lain. Selain menganggu antrean, juga membuat orang lain harus mendengar percakapanmu yang tidak penting bagi mereka. Di samping itu, tidak maukandianggap sebagai orang jorok yang suka berlama-lama di tempat buang air besar?
     5. Lebih memperhatikan ponsel daripada teman bicara
Bagaimana rasanya jika sedang berbicara dengan seseorang, tapi dia lebih asyik dengan ponselnya? Tersinggung dan merasa diremehkan, bukan? Maka hindari perilaku seperti itu. Anda juga akan dianggap sebagai orang yang tidak bisa menghargai orang lain, dan akan diperlakukan demikian pula.
     6. Memotret, menandai, dan menyebarkan foto/video orang tanpa izin
Iseng mengabadikan suatu peristiwa, lalu mengunggahnya ke internet atau menyebarkan ke teman-teman, rasanya memang asyik. Tapi tidak asyik lagi jika itu memicu tuntutan hukum di kemudian hari. Tidak semua orang senang wajahnya difoto dan disebarkan tanpa izin, terlebih lagi jika terkait hal negatif.
     7. Bersikap antisisosial
Sedang makan siang bersama dengan keluarga, tapi Anda asyik sendiri dengan ponsel? Jika dilakukan sebentar saja, tidak masalah. Namun kalau dilakukan sepanjang waktu, rasanya tidak etis lagi. Anda akan dicap antisosial, tidak menghargai kehadiran orang lain di sekitar Anda.
     8. Berbicara lama di ponsel di ruang public
Pernah sebal melihat orang yang berbicara lantang dan lama di ponselnya saat ada di ruang publik? Mengganggu orang sekitar dengan percakapan yang mereka tak perlu tahu, adalah tidak etis sama sekali. Sama saja Anda mengumbar kehidupan pribadi. Jika terpaksa dilakukan melakukan obrolan di telepon di ruang publik, coba pelankan suara, dan usahakan pembicaraan seefektif mungkin. Atau Anda bisa mencari tempat yang agak sepi.
     9. Meminta orang lain diam saat Anda menelepon
Mengeluarkan suara Ssssst agar orang di sekitar Anda diam saat Anda menelepon adalah sangat tidak sopan. Jika memang obrolan di telepon itu sangat penting, pergilah ke tempat sepi, bukan menyuruh orang lain diam.
10. Mengirim SMS ke orang yang jaraknya dekat
Jika orang itu hanya berjarak beberapa meter atau bahkan ada di ruangan sebelah, sebaiknya temui dia dan langsung berkomunikasi. Berkirim SMS ke orang yang jaraknya cukup dekat terkesan Anda sangat malas untuk berinteraksi langsung dengannya.
11. Disaat makan
Lebih baik ketika sedang makan hindarin bermain gadget dikarenakan itu sikap yang tidak sopan. Selesaikanlah makan terlebih dahulu, ketika sudah selesai baru bermain gadget

DAMPAK POSITIF MENGGUNAKAN GADGET :
     a. Informasi update
     b. Media membangun relasi
     c. Membangun kreatifitas
     d. Komunikasi lebih praktis
     e. Mudah berakses ke luar negri

DAMPAK NEGATIF MENGGUNAKAN
a. Kemajuan teknologi berpotensi membuat cepat puas dengan pengetahuan yang diperolehnya sehingga menganggap bahwa apa yang dibacanya di internet adalah pengetahuan yang terlangkap dan final
b. Kemajuan teknologi membawa banyak kemudahan, maka generasi mendatang berpotensi untuk menjadi generasi yang tidak tahan dengan kesulitan
c. Kemajuan teknologi juga berpotensi mendorong untuk menjalin relasi secara dangkal
d. Mengalami penurunan konsentrasi
e. Mempengaruhi kemampuan menganalisa permasalahan
f. Malas menulis dan membaca
g. Penurunan dalam kemampuan bersosialisasi Eksternal dan Internal

CONTOH KASUS MENGGUNAKAN GADGET :
         Kejahatan yang sekarang lagi marak di dunia maya, adalah penipuan. penipuan dalam bentuk transaksi jual beli barang dan jasa. modus operandi penipu online ini pun dilakukan dengan berbagai cara, ada yang menjual melalui milis, melalui forum, melalui mini iklan, text-ad. dengan mengaku berada di kota yang berbeda dengan calon mangsanya, mereka memancing kelemahan dari para calon pembeli yang tidak sadar mereka sudah terjebak.
Modus : Orang yang melakukan transaksi pembelian gadget dengan seseorang yang dikenal melalui milis tersebut dan ternyata setelah pembayaran (transfer) dilakukan, barang yang datang ternyata bukan gadget yang dimaksud, ternyata paketnya berisi lembaran brosur paket investasi.
di forum kaskus, untuk mengatasi kejahatan penipuan, mereka membuat sebuah jembatan yang memperantarai pembeli dan penjual. walaupun saya tidak tahu detailnya bagaimana, tampaknya cara seperti ini lumayan ampuh untuk mencegah penipuan yang dimaksud. karena pembeli dan penjual tampaknya divalidasi sehingga kebedaan mereka di dunia nyata ada nyatanya.


Url: http://dhwie85.blogspot.com/2014/06/etika-menggunakan-gadget-positif-dan.html?m=1

Selasa, 03 Juni 2014

KODE ETIK PROFESI



Pengertian Etika

Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang bearti adat istiadat/ kebiasaan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika juga dapat diartikan sebagai kumpulan asas / nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai yang mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.


Pengertian Profesi

Profesi adalah suatu pekerjaan yang melaksanakan tugasnya memerlukan atau menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian yang diperoleh dari lembaga pendidikan khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggung jawabkan. Seseorang yang menekuni suatu profesi tertentu disebut professional, sedangkan professional sendiri mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya.

Pengertian Etika Profesi

         Etika profesi menurut keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
Kode etik profesi adalah system norma, nilai dan aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik yaitu agar professional memberikan  jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional.


Pengertian Kode Etik


kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.

Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional

      Fungsi Kode Etik Profesi

Kode etik profesi itu merupakan sarana  untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi:
a)    Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
b)     Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan sosial).
c)     Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi dilain instansiatauperusahaan.


Dalam lingkup TI, kode etik profesinya memuat kajian ilmiah mengenai prinsip atau norma-norma dalam kaitan dengan hubungan antara professional atau developer TI dengan klien, antara para professional sendiri, antara organisasi profesi serta organisasi profesi dengan pemerintah. Salah satu bentuk hubungan seorang profesional dengan klien (pengguna jasa) misalnya pembuatan sebuah program aplikasi.
Seorang profesional tidak dapat membuat program semaunya, ada beberapa hal yang harus ia perhatikan seperti untuk apa program tersebut nantinya digunakan oleh kliennya atau user, ia dapat menjamin keamanan (security) sistem kerja program  aplikasi tersebut dari pihak-pihak yang dapat mengacaukan sistem kerjanya (misalnya: hacker, cracker, dll). Kode etik profesi Informatikawan merupakan bagian dari etika profesi.
Jika para profesional TI melanggar kode etik, mereka dikenakan sanksi moral, sanksisosial, dijauhi, di-banned dari pekerjaannya, bahkan mungkin dicopot dari jabatannya.

Contoh profesi yang memiliki kode etik yaitu pengacara.
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita akan mengarah pada keberhasilan.
            Sebagai komponen kekuasaan eksekutif di bidang penegak hukum, adalah tepat jika setelah kurun waktu tersebut, kejaksaan kembali merenungkan keberadaan institusinya, sehingga dari perenungan ini, diharapkan dapat muncul kejaksaan yang berparadigma baru yang tercermin dalam sikap, pikiran dan perasaan, sehingga kejaksaan tetap mengenal jati dirinya dalam memenuhi panggilan tugasnya sebagai wakil negara sekaligus wali masyarakat dalam bidang penegakan hukum.


            Kejaksaan merupakan salah satu pilar birokrasi hukum tidak terlepas dari tuntutan masyarakat yang berperkara agar lebih menjalankan tugasnya lebih profesional dan memihak kepada kebenaran. Sepanjang yang diingat, belum pernah rasanya kejaksaan di dalam sejarahnya sedemikian merosot citranya seperti saat ini . Sorotan serta kritik-kritik tajam dari masyarakat, yang diarahkan kepadanya khususnya kepada kejaksaan, dalam waktu dekat tampaknya belum akan surut, meskipun mungkin beberapa pembenahan telah dilakukan.
            Sepintas lalu, masalah yang menerpa kejaksaan mungkin disebabkan merosotnya profesionalisme di kalangan para jaksa, baik level pimpinan maupun bawahan. Keahlian, rasa tanggung jawab, dan kinerja terpadu yang merupakan ciri-ciri pokok profesionalisme tampaknya mengendur. Sebenarnya, jika pengemban profesi kurang memiliki keahlian, atau tidak mampu menjalin kerja sama dengan pihak-pihak demi kelancaran profesi atau pekerjaan harus dijalin, maka sesungguhnya profesionalisme itu sudah mati, kendatipun yang bersangkutan tetap menyebut dirinya sebagai seorang profesional. Hal yang kerap memprihatinkan ialah rasa keadilan masyarakat atau keadilan itu sendiri, tidak dapat sepenuhnya dijangkau perangakat hukum yang ada. Pada ujungnya, keadilan itu bergantung pada aparat penegak hukum itu sendiri, bagaimana mewujudkannya secara ideal. Di sinalah maka penegak hukum itu menjadi demikian erat hubungannya dengan perilaku, khususnya aparat penegak hukum, antara lain termasuk jaksa. Hukum bukan sesuatu yang bersifat mekanistis, yang dapat berjalan sendiri. Hukum bergantung pada sikap tindak penegak hukum. Melalui aktivasi penegak hukum tersebut, hukum tertulis menjadi hidup dan memenuhi tujuan-tujuan yang dikandungnya.
            Profesionalisme seorang jaksa sungguh sangat penting dan mendasar, sebab sebagaimana disebutkan di atas, bahwa antara lain di tangannyalah hukum menjadi hidup, dan karena kekuatan atau otoritas. Mungkin bagi orang yang berpikiran normatif, ungkapan ini agak berlebihan. Akan tetapi, secara sosiologis hal ini tidak dapat dimungkiri kebenarannya, bahkan beberapa pakar sosiologi hukum acap menyebutkan bahwa hukum itu tidak lain adalah perilaku pejabat-pejabat hukum.      
Agar keahlian yang dimiliki seorang jaksa tidak menjadi tumpul, maka kemampuan yang sudah dimilikinya seyogianya harus selalu diasah, melalui proses pembelajaran ini hendaknya ditafsirkan secara luas, di mana seorang jaksa dapat belajar melalui pendidikan-pendidikan formal atau informal, maupun pada pengalaman-pengalaman sendiri. Karena hukum yang menjadi lahan pekerjaan jaksa merupakan sistem yang rasional, maka keahlian yang dimiliki olehnya melalui pembelajaran tersebut, harus bersifat rasional pula. Sikap ilmiah melakukan pekerjaan ditandai dengan kesediaan memperguanakan metodologi modern yang demikian, diharapkan dapat mengurangi sejauh mungkin sifat subjektif seorang jaksa terhadap perkara-perkara yang harus ditanganinya.
            Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat lima norma kode etik profesi jaksa, yaitu:
a.      Bersedia untuk menerima kebenaran dari siapapun, menjaga diri, berani,            bertanggung jawab dan dapat menjadi teladan di lingkungannya.
b.      Mengamalkan dan melaksanakan pancasila serta secara aktif dan kreaatif dalam pembangunan hukum untuk mewujudkan masyarakat adil.
c.       Bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada para pencari keadilan.
d.      Berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam diri, berkata dan bertingkah laku.
e.      Mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi atau golongan.
            Dalam usaha memahami maksud yang terkandung dalam kode etik jaksa tidaklah terlalu sulit. Kata-kata yang dirangkaikan tidak rumit sehingga cukup mudah untuk dimengerti. Karena kode etik ini disusun dengan tujuan agar dapat dijalankan. Kemampuan analisis yang dikembangkan bukan lagi semata-mata didasari pendekatan-pendekatan yang serba legalitas, positivis dan mekanistis. Sebab setiap perkara sekalipun tampak serupa, bagaimanapun tetap memiliki keunikan tersendiri. Sebagai penuntut, seorang jaksa dituntut untuk mampu merekosntruksi dalam pikiran peristiwa pidana yang ditanganinya. Tanpa hal itu, penanganan perkara tidaklah total, sehingga sisi-sisi yang justru penting bisa jadi malah terlewatkan. Memang bukan persoalan mudah untuk memahami sesuatu, peristiwa yang kita sendiri tidak hadir pada kejadian yang bersangkutan, apalagi jika berkas yang sampai sudah melalui tangan kedua (dengan hanya membaca berita acara pemeriksaan atau BAP dari kepolisian). Jika pada tingkat analisis telah menderita keterbatasan-keterbatasan, maka sebagai konsekuensi logisnya kebenaran yang hendak kita tegakkan tidaklah dapat diraih secara bulat. Tidak adanya faktor tunggal, menyebabkan setiap perkara memiliki keunikan sendiri.
            Di dalam mengemban profesi, usaha-usaha yang dilakukan oleh jaksa bukan hanya untuk memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam ketentuan hukum semata, melainkan apa yang sesungguhnya benar-benar terjadi dan dirasakan langsung oleh masyarakat juga didengar dan diperjuangkan. Inilah yang dinamakan pendekatan sosioligis. Memang tidak mudah bagi jaksa untuk menangkap suara yang sejati yang muncul dari sanubari anggota masyarakat secara mayoritas. Di samping masyarakat Indonesia yang heterogen, kondisi yang melingkupinya pun sedang dalam keadaan yang tidak sepenuhnya normal.

Sebagai kelengkapan dari pembinaan dan etika profesi sebagai jaksa, berdasarkan keputusan jaksa agung nomor Kep-074/J.A./7/1978 tanggal 17 Juli 1978, disahkan Panji Adhyaksa. Panji ini merupakan perangkat kejaksaan, lambang kebanggaan korps, lambing cita-cita kejaksaan dan mengikat jiwa korps kejaksaan.
Pada panji tersebuit terdapat lambing korps kejaksaan, berbentuk lukisan yang terdiri dari tiga buah bintang bersudut tiga, Pedang, timbangan, setangkai padi dengan jumlah 17 butir dan kelopak bungan kapas sejumlah 8 buah melingkari pedang dan timbangan ditengahnya. Dibawahnya terdapat seloka berbunyi Satya Adhi Wicaksana.
Selanjutnya berdasarkan keputusan jaksa agung no. kep-052/J.A./8/1979 yang disempurnakan oleh keputusan Jaksa Agung No. kep-030/J.A./1988 ditetapkan doktrin kejaksaan tri karma adhyaksa, sebagai pedoman yang menjiwai setiap warga kejaksaan. Doktrin tersebut kemudian dijabarkan dalam kode etik jaksa yang diterbitkan oleh pengurus pusat persatuan jaksa pada tanggal 15 Juni 1993 yang disebut tata karma adhyaksa, terdiri atas pembukaan dan 17 pasal.
Dalam rangka mewujudkan jaksa yang memiliki integritas kepribadian serta disiplin tinggi guna melaksanakan tuigas penegakan hokum dalam rangka mewujudkan keadilan dan kebenaran, maka dikeluarkanlah kode prilaku jaksa sebagaimana tertuang dalam peraturan jaksa agung RI (PERJA) No. : Per-067/A/JA/07/2007 tanggal 12 Juli 2007.
Dalam kode perilaku jaksa antara lain disebut:
a.    Kewajiban pasal (3)
1.    Mentaati kaidah hokum, peraturan perundang-undang dan peraturan kedinasan yang berlaku
2.    Menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan asas peradilan yang diatur dalam KUHAP.
3.    Berdasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan kebenaran
4.    Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan/ ancaman, opini public secara langsung atau tidak langsung
5.    Bertindak secara objektif dan tidak memihak
6.    Memberitahukan dan atau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa maupun korban
7.    Membangun dan memelihara hubungan antara aparat penegak hokum dan mewujudkan system peradilan pidana terpadu
8.    Mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau financial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung
9.    Menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya dirahasiakan
10. Menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
11. Menghormati dan melindungan hak-hak asasi manusia dan hak-hak kebebasan sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undang dan instrument hak asasi manusia yang diterima secara universal.
12. Menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana
13. Bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
14. Yang bertanggung jawab secara eksternal kepada public sesuai dengan kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan kebenaran
b.    Larangan (pasal 4)
Dalam menjalankan tugas profesi jaksa dilarang:
1.    Menggunakan jabatan dan atau kekuasaanya untuk kepentingan pribadi atau pihak lain
2.    Merekayasa fakta-fakta hokum dalam penanganan perkara
3.    Menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik atau dan psikis
4.    Meminta dan atau menerima  hadiah dan atau keuntungan serta melarang keluarganya meminta dan atau menerima hadiah dan atau keuntungan sehubungan dengna jabatannya
5.    Menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, atau mempunyai hubungan pekerjaan, partai, atau financial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung
6.    Bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun
7.    Membentuk opini public yang dapat merugikan kepentingan kepenegakan hokum
8.    Memberikan keterangan kepada public kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang ditangani
c.    Saksi.
1.    Sanksui sesuai dengan perundang-undangan
2.    Tindakan administeratif
3.    Jenis tindakan administrative terdiri dari
a.    Pembebasan dari tugas-tugas jaksa paling singkat 3 bulan dan paling lama 1 tahun, dan selama masa menjalani sanksi administrative tersebut tidak diterbitkan surat keterangan kepegawaiaan
b.    Pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain


 http://cyberlawncrime.blogspot.com/2013/03/pengertian-etika-kode-etik-dan-fungsi.html
http://po-box2000.blogspot.com/2011/01/kode-etik-jaksa.html

KODE ETIK PROFESI



Pengertian Etika

Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang bearti adat istiadat/ kebiasaan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika juga dapat diartikan sebagai kumpulan asas / nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai yang mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.


Pengertian Profesi

Profesi adalah suatu pekerjaan yang melaksanakan tugasnya memerlukan atau menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian yang diperoleh dari lembaga pendidikan khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggung jawabkan. Seseorang yang menekuni suatu profesi tertentu disebut professional, sedangkan professional sendiri mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya.

Pengertian Etika Profesi

         Etika profesi menurut keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
Kode etik profesi adalah system norma, nilai dan aturan professional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik yaitu agar professional memberikan  jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional.


Pengertian Kode Etik


kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.

Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional

      Fungsi Kode Etik Profesi

Kode etik profesi itu merupakan sarana  untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi:
a)    Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
b)     Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan sosial).
c)     Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi dilain instansiatauperusahaan.


Dalam lingkup TI, kode etik profesinya memuat kajian ilmiah mengenai prinsip atau norma-norma dalam kaitan dengan hubungan antara professional atau developer TI dengan klien, antara para professional sendiri, antara organisasi profesi serta organisasi profesi dengan pemerintah. Salah satu bentuk hubungan seorang profesional dengan klien (pengguna jasa) misalnya pembuatan sebuah program aplikasi.
Seorang profesional tidak dapat membuat program semaunya, ada beberapa hal yang harus ia perhatikan seperti untuk apa program tersebut nantinya digunakan oleh kliennya atau user, ia dapat menjamin keamanan (security) sistem kerja program  aplikasi tersebut dari pihak-pihak yang dapat mengacaukan sistem kerjanya (misalnya: hacker, cracker, dll). Kode etik profesi Informatikawan merupakan bagian dari etika profesi.
Jika para profesional TI melanggar kode etik, mereka dikenakan sanksi moral, sanksisosial, dijauhi, di-banned dari pekerjaannya, bahkan mungkin dicopot dari jabatannya.

Contoh profesi yang memiliki kode etik yaitu pengacara.
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita akan mengarah pada keberhasilan.
            Sebagai komponen kekuasaan eksekutif di bidang penegak hukum, adalah tepat jika setelah kurun waktu tersebut, kejaksaan kembali merenungkan keberadaan institusinya, sehingga dari perenungan ini, diharapkan dapat muncul kejaksaan yang berparadigma baru yang tercermin dalam sikap, pikiran dan perasaan, sehingga kejaksaan tetap mengenal jati dirinya dalam memenuhi panggilan tugasnya sebagai wakil negara sekaligus wali masyarakat dalam bidang penegakan hukum.


            Kejaksaan merupakan salah satu pilar birokrasi hukum tidak terlepas dari tuntutan masyarakat yang berperkara agar lebih menjalankan tugasnya lebih profesional dan memihak kepada kebenaran. Sepanjang yang diingat, belum pernah rasanya kejaksaan di dalam sejarahnya sedemikian merosot citranya seperti saat ini . Sorotan serta kritik-kritik tajam dari masyarakat, yang diarahkan kepadanya khususnya kepada kejaksaan, dalam waktu dekat tampaknya belum akan surut, meskipun mungkin beberapa pembenahan telah dilakukan.
            Sepintas lalu, masalah yang menerpa kejaksaan mungkin disebabkan merosotnya profesionalisme di kalangan para jaksa, baik level pimpinan maupun bawahan. Keahlian, rasa tanggung jawab, dan kinerja terpadu yang merupakan ciri-ciri pokok profesionalisme tampaknya mengendur. Sebenarnya, jika pengemban profesi kurang memiliki keahlian, atau tidak mampu menjalin kerja sama dengan pihak-pihak demi kelancaran profesi atau pekerjaan harus dijalin, maka sesungguhnya profesionalisme itu sudah mati, kendatipun yang bersangkutan tetap menyebut dirinya sebagai seorang profesional. Hal yang kerap memprihatinkan ialah rasa keadilan masyarakat atau keadilan itu sendiri, tidak dapat sepenuhnya dijangkau perangakat hukum yang ada. Pada ujungnya, keadilan itu bergantung pada aparat penegak hukum itu sendiri, bagaimana mewujudkannya secara ideal. Di sinalah maka penegak hukum itu menjadi demikian erat hubungannya dengan perilaku, khususnya aparat penegak hukum, antara lain termasuk jaksa. Hukum bukan sesuatu yang bersifat mekanistis, yang dapat berjalan sendiri. Hukum bergantung pada sikap tindak penegak hukum. Melalui aktivasi penegak hukum tersebut, hukum tertulis menjadi hidup dan memenuhi tujuan-tujuan yang dikandungnya.
            Profesionalisme seorang jaksa sungguh sangat penting dan mendasar, sebab sebagaimana disebutkan di atas, bahwa antara lain di tangannyalah hukum menjadi hidup, dan karena kekuatan atau otoritas. Mungkin bagi orang yang berpikiran normatif, ungkapan ini agak berlebihan. Akan tetapi, secara sosiologis hal ini tidak dapat dimungkiri kebenarannya, bahkan beberapa pakar sosiologi hukum acap menyebutkan bahwa hukum itu tidak lain adalah perilaku pejabat-pejabat hukum.      
Agar keahlian yang dimiliki seorang jaksa tidak menjadi tumpul, maka kemampuan yang sudah dimilikinya seyogianya harus selalu diasah, melalui proses pembelajaran ini hendaknya ditafsirkan secara luas, di mana seorang jaksa dapat belajar melalui pendidikan-pendidikan formal atau informal, maupun pada pengalaman-pengalaman sendiri. Karena hukum yang menjadi lahan pekerjaan jaksa merupakan sistem yang rasional, maka keahlian yang dimiliki olehnya melalui pembelajaran tersebut, harus bersifat rasional pula. Sikap ilmiah melakukan pekerjaan ditandai dengan kesediaan memperguanakan metodologi modern yang demikian, diharapkan dapat mengurangi sejauh mungkin sifat subjektif seorang jaksa terhadap perkara-perkara yang harus ditanganinya.
            Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat lima norma kode etik profesi jaksa, yaitu:
a.      Bersedia untuk menerima kebenaran dari siapapun, menjaga diri, berani,            bertanggung jawab dan dapat menjadi teladan di lingkungannya.
b.      Mengamalkan dan melaksanakan pancasila serta secara aktif dan kreaatif dalam pembangunan hukum untuk mewujudkan masyarakat adil.
c.       Bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada para pencari keadilan.
d.      Berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam diri, berkata dan bertingkah laku.
e.      Mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi atau golongan.
            Dalam usaha memahami maksud yang terkandung dalam kode etik jaksa tidaklah terlalu sulit. Kata-kata yang dirangkaikan tidak rumit sehingga cukup mudah untuk dimengerti. Karena kode etik ini disusun dengan tujuan agar dapat dijalankan. Kemampuan analisis yang dikembangkan bukan lagi semata-mata didasari pendekatan-pendekatan yang serba legalitas, positivis dan mekanistis. Sebab setiap perkara sekalipun tampak serupa, bagaimanapun tetap memiliki keunikan tersendiri. Sebagai penuntut, seorang jaksa dituntut untuk mampu merekosntruksi dalam pikiran peristiwa pidana yang ditanganinya. Tanpa hal itu, penanganan perkara tidaklah total, sehingga sisi-sisi yang justru penting bisa jadi malah terlewatkan. Memang bukan persoalan mudah untuk memahami sesuatu, peristiwa yang kita sendiri tidak hadir pada kejadian yang bersangkutan, apalagi jika berkas yang sampai sudah melalui tangan kedua (dengan hanya membaca berita acara pemeriksaan atau BAP dari kepolisian). Jika pada tingkat analisis telah menderita keterbatasan-keterbatasan, maka sebagai konsekuensi logisnya kebenaran yang hendak kita tegakkan tidaklah dapat diraih secara bulat. Tidak adanya faktor tunggal, menyebabkan setiap perkara memiliki keunikan sendiri.
            Di dalam mengemban profesi, usaha-usaha yang dilakukan oleh jaksa bukan hanya untuk memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam ketentuan hukum semata, melainkan apa yang sesungguhnya benar-benar terjadi dan dirasakan langsung oleh masyarakat juga didengar dan diperjuangkan. Inilah yang dinamakan pendekatan sosioligis. Memang tidak mudah bagi jaksa untuk menangkap suara yang sejati yang muncul dari sanubari anggota masyarakat secara mayoritas. Di samping masyarakat Indonesia yang heterogen, kondisi yang melingkupinya pun sedang dalam keadaan yang tidak sepenuhnya normal.

Sebagai kelengkapan dari pembinaan dan etika profesi sebagai jaksa, berdasarkan keputusan jaksa agung nomor Kep-074/J.A./7/1978 tanggal 17 Juli 1978, disahkan Panji Adhyaksa. Panji ini merupakan perangkat kejaksaan, lambang kebanggaan korps, lambing cita-cita kejaksaan dan mengikat jiwa korps kejaksaan.
Pada panji tersebuit terdapat lambing korps kejaksaan, berbentuk lukisan yang terdiri dari tiga buah bintang bersudut tiga, Pedang, timbangan, setangkai padi dengan jumlah 17 butir dan kelopak bungan kapas sejumlah 8 buah melingkari pedang dan timbangan ditengahnya. Dibawahnya terdapat seloka berbunyi Satya Adhi Wicaksana.
Selanjutnya berdasarkan keputusan jaksa agung no. kep-052/J.A./8/1979 yang disempurnakan oleh keputusan Jaksa Agung No. kep-030/J.A./1988 ditetapkan doktrin kejaksaan tri karma adhyaksa, sebagai pedoman yang menjiwai setiap warga kejaksaan. Doktrin tersebut kemudian dijabarkan dalam kode etik jaksa yang diterbitkan oleh pengurus pusat persatuan jaksa pada tanggal 15 Juni 1993 yang disebut tata karma adhyaksa, terdiri atas pembukaan dan 17 pasal.
Dalam rangka mewujudkan jaksa yang memiliki integritas kepribadian serta disiplin tinggi guna melaksanakan tuigas penegakan hokum dalam rangka mewujudkan keadilan dan kebenaran, maka dikeluarkanlah kode prilaku jaksa sebagaimana tertuang dalam peraturan jaksa agung RI (PERJA) No. : Per-067/A/JA/07/2007 tanggal 12 Juli 2007.
Dalam kode perilaku jaksa antara lain disebut:
a.    Kewajiban pasal (3)
1.    Mentaati kaidah hokum, peraturan perundang-undang dan peraturan kedinasan yang berlaku
2.    Menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan asas peradilan yang diatur dalam KUHAP.
3.    Berdasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan kebenaran
4.    Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan/ ancaman, opini public secara langsung atau tidak langsung
5.    Bertindak secara objektif dan tidak memihak
6.    Memberitahukan dan atau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh tersangka/terdakwa maupun korban
7.    Membangun dan memelihara hubungan antara aparat penegak hokum dan mewujudkan system peradilan pidana terpadu
8.    Mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau financial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung
9.    Menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya dirahasiakan
10. Menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
11. Menghormati dan melindungan hak-hak asasi manusia dan hak-hak kebebasan sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undang dan instrument hak asasi manusia yang diterima secara universal.
12. Menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana
13. Bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
14. Yang bertanggung jawab secara eksternal kepada public sesuai dengan kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan kebenaran
b.    Larangan (pasal 4)
Dalam menjalankan tugas profesi jaksa dilarang:
1.    Menggunakan jabatan dan atau kekuasaanya untuk kepentingan pribadi atau pihak lain
2.    Merekayasa fakta-fakta hokum dalam penanganan perkara
3.    Menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik atau dan psikis
4.    Meminta dan atau menerima  hadiah dan atau keuntungan serta melarang keluarganya meminta dan atau menerima hadiah dan atau keuntungan sehubungan dengna jabatannya
5.    Menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, atau mempunyai hubungan pekerjaan, partai, atau financial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung
6.    Bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun
7.    Membentuk opini public yang dapat merugikan kepentingan kepenegakan hokum
8.    Memberikan keterangan kepada public kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang ditangani
c.    Saksi.
1.    Sanksui sesuai dengan perundang-undangan
2.    Tindakan administeratif
3.    Jenis tindakan administrative terdiri dari
a.    Pembebasan dari tugas-tugas jaksa paling singkat 3 bulan dan paling lama 1 tahun, dan selama masa menjalani sanksi administrative tersebut tidak diterbitkan surat keterangan kepegawaiaan
b.    Pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain


 http://cyberlawncrime.blogspot.com/2013/03/pengertian-etika-kode-etik-dan-fungsi.html
http://po-box2000.blogspot.com/2011/01/kode-etik-jaksa.html